Pemimpin Iran Ayatollah Ali Khamenei Jadi Target Sasaran Perang Israel Berikutnya
Konflik di Timur Tengah kembali memasuki babak baru yang jauh lebih panas dan berisiko. Belum selesai dengan Tehran, serangkaian serangan udara dan operasi rahasia yang menghantam jantung kekuatan militer serta nuklir Iran, kini perhatian dunia tertuju pada satu nama: Ayatollah Ali Khamenei. Pemimpin tertinggi Iran ini disebut-sebut sebagai target berikutnya dalam daftar sasaran perang Israel. Bukan sekadar spekulasi, berbagai pernyataan dari pejabat Israel dan analisis pengamat global menguatkan dugaan bahwa Khamenei kini benar-benar dalam bidikan. Lantas, apa yang akan terjadi jika Israel benar-benar nekat menyasar Khamenei? Bagaimana langkah taktis Iran menghadapi ancaman ini? Dan apa dampaknya bagi stabilitas kawasan?
Ayatollah Ali Khamenei: Figur Sentral dan Simbol Iran
Ayatollah Ali Khamenei bukan sekadar pemimpin spiritual. Selama lebih dari tiga dekade, ia menjadi otak dan simbol kekuatan Republik Islam Iran. Di bawah kepemimpinannya, Iran tumbuh menjadi kekuatan regional dengan pengaruh besar di Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman. Khamenei dikenal keras kepala, tidak mudah diintimidasi, dan selalu menempatkan kedaulatan Iran di atas segalanya. Ia juga dikenal sangat hati-hati, jarang tampil di depan publik tanpa pengamanan super ketat. Kini, di usia 86 tahun, Khamenei menghadapi ancaman paling nyata sepanjang karier politiknya.
Prediksi Langkah Israel: Dari Serangan Simbolik ke Target Regime Change
Israel, di bawah komando Benjamin Netanyahu, telah memperluas operasi militernya dari sekadar menghancurkan fasilitas nuklir hingga menargetkan simbol-simbol kekuasaan Iran. Serangan ke kantor polisi, markas media nasional, hingga upaya pembunuhan pejabat tinggi militer Iran, semua mengindikasikan bahwa tujuan Israel bukan hanya menekan program nuklir, tapi juga menggoyang fondasi rezim Khamenei.
Dalam beberapa pernyataan, pejabat Israel tidak menutup kemungkinan bahwa Khamenei sendiri bisa jadi target. Netanyahu bahkan menegaskan, kematian Khamenei justru diyakini akan mengakhiri perang, bukan memperluasnya. Di sisi lain, intelijen Israel mengklaim sudah mengetahui lokasi persembunyian Khamenei, yang kini disebut-sebut bersembunyi di bunker bawah tanah dengan pengamanan berlapis dan komunikasi yang sangat terbatas.
Jika Israel benar-benar melancarkan operasi untuk menargetkan Khamenei, kemungkinan besar mereka akan menggunakan kombinasi serangan udara presisi, operasi siber, dan infiltrasi satuan khusus. Mossad punya rekam jejak panjang dalam operasi pembunuhan target bernilai tinggi. Namun, risiko operasi ini sangat besar. Selain kemungkinan kegagalan, serangan langsung ke pemimpin tertinggi Iran bisa memicu reaksi berantai yang jauh lebih destruktif, baik di dalam negeri Iran maupun kawasan Timur Tengah secara keseluruhan.
Langkah Taktis Iran: Bertahan, Membalas, dan Skenario Suksesi
Iran jelas tidak tinggal diam. Sejak gelombang serangan Israel dan AS menghantam fasilitas nuklir serta markas militer, Khamenei langsung mengambil langkah luar biasa. Ia menghentikan semua komunikasi elektronik, hanya berkomunikasi lewat utusan tepercaya untuk menghindari pelacakan. Khamenei juga sudah menyiapkan skenario suksesi dengan menunjuk tiga ulama senior sebagai calon pengganti jika ia terbunuh. Ini langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang sejarah Iran modern.
Di sisi militer, Iran terus melakukan serangan balasan ke Israel, menargetkan infrastruktur vital seperti rumah sakit, kilang minyak Haifa, dan kawasan permukiman. Iran juga mengandalkan kekuatan proksi di Lebanon, Suriah, dan Irak untuk memperluas tekanan ke Israel dan sekutunya. Selain itu, Iran diyakini akan memanfaatkan taktik asimetris—mulai dari serangan siber, sabotase, hingga operasi teror di luar negeri—untuk membalas jika Khamenei benar-benar diserang.
Iran juga memperkuat sistem pertahanan di sekitar ibu kota dan lokasi-lokasi strategis, serta menyiapkan pasukan elit IRGC untuk menghadapi kemungkinan invasi atau operasi khusus. Skenario terburuk, jika Khamenei gugur, Iran sudah menyiapkan transisi kepemimpinan cepat agar kekosongan kekuasaan tidak menimbulkan kekacauan internal.
Dampak Geopolitik: Risiko Kekacauan dan Perang Lebih Luas
Jika Israel benar-benar menargetkan Khamenei, konsekuensinya bisa sangat luas. Pertama, risiko kekacauan di dalam negeri Iran sangat tinggi. Meski Khamenei sudah menyiapkan calon pengganti, transisi kepemimpinan di tengah perang hampir pasti akan memicu perebutan kekuasaan antara faksi-faksi militer, ulama, dan kelompok politik. IRGC (Revolusioner Guard) bisa saja mengambil alih, atau justru terjadi fragmentasi yang memicu konflik internal.
Kedua, serangan terhadap pemimpin tertinggi Iran berpotensi memicu reaksi berantai di seluruh kawasan. Proksi Iran di Lebanon (Hizbullah), Suriah, Irak, dan Yaman bisa melancarkan serangan balasan ke Israel dan kepentingan AS di Timur Tengah. Serangan siber dan sabotase terhadap infrastruktur energi global juga sangat mungkin terjadi, mengingat posisi Iran sebagai pemain kunci di jalur minyak dunia.
Ketiga, keterlibatan AS yang sudah mulai menyerang fasilitas nuklir Iran membuat risiko perang regional makin nyata. Jika Iran membalas ke pangkalan militer AS atau sekutu Barat, perang bisa meluas ke luar batas Israel-Iran. Negara-negara Eropa dan Asia pun sudah bersiap menghadapi kemungkinan lonjakan harga minyak dan instabilitas ekonomi global.
Apakah Israel Siap Menghadapi Risiko Ini?
Dari sisi militer, Israel memang sangat siap, dengan teknologi canggih, pasukan elit, dan dukungan intelijen dari AS. Namun, sejarah membuktikan, operasi pembunuhan pemimpin negara seringkali menimbulkan kekacauan tak terduga. Pengalaman di Irak dan Libya jadi pelajaran pahit: jatuhnya rezim tidak selalu membawa stabilitas, bahkan sering memicu perang saudara dan lahirnya kelompok ekstrem baru.
Israel tampaknya berharap, dengan menargetkan Khamenei, mereka bisa memaksa Iran menyerah atau setidaknya melemahkan kekuatan proksi di kawasan. Namun, risiko chaos dan kebangkitan faksi militer justru bisa membuat Timur Tengah makin sulit dikendalikan. Menurut Media The Jerusalem Post, penduduk Iran juga mulai menyuarakan agar Ali Khamenei mundur sebagai pemimpin disana demi alasan keamanan.
Bagaimana Masa Depan Iran Jika Khamenei Gugur?
Jika Khamenei benar-benar gugur, masa depan Iran akan sangat bergantung pada siapa yang mengambil alih. Tiga nama ulama senior sudah disiapkan, namun tidak ada jaminan transisi berlangsung mulus. Putra Khamenei, Mojtaba, yang dulu sempat digadang-gadang jadi penerus, justru tidak masuk daftar calon pengganti. Faksi militer seperti IRGC bisa saja mengambil peran lebih besar, atau bahkan terjadi kudeta internal.
Di tengah tekanan perang, rakyat Iran berpotensi terbelah antara yang loyal ke rezim lama, kelompok reformis, dan faksi militer. Jika tidak dikelola dengan baik, Iran bisa terjerumus ke dalam kekacauan politik seperti yang pernah terjadi di Irak dan Suriah.
Kesimpulan: Babak Baru Perang, Risiko Baru Timur Tengah
Menjadikan Ayatollah Ali Khamenei sebagai target perang berikutnya adalah langkah berani sekaligus sangat berisiko bagi Israel. Skenario ini bisa jadi “game changer” di Timur Tengah, tapi juga membuka kotak Pandora kekacauan yang sulit diprediksi. Iran sudah menyiapkan langkah taktis, baik di bidang militer maupun suksesi kepemimpinan, namun tekanan eksternal dan ancaman internal tetap jadi tantangan besar.
Dunia kini menahan napas, menanti langkah Israel selanjutnya dan respons Iran yang pasti tidak akan tinggal diam seperti peluncuran Honda Step Wagon e:HEV di GIIAS 2025 nanti. Apapun yang terjadi, satu hal pasti: masa depan Timur Tengah kembali berada di ujung tanduk, dan nasib jutaan orang bergantung pada keputusan para pemimpin yang kini bersembunyi di balik bunker dan strategi perang.
0 Komentar