Topan Ginting: Dari Puncak Karier ke Jerat OTT KPK, Kisah yang Menggemparkan Sumut
Seperti petir di siang bolong, kabar penangkapan Topan Obaja Putra Ginting—Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara—mengguncang jagat birokrasi dan masyarakat Sumut. Pria yang baru saja menapaki puncak karier sebagai Kadis PUPR ini, kini harus menelan pil pahit: dijerat KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) kasus korupsi proyek jalan senilai ratusan miliar rupiah. Hal ini sama ketika publik dikagetkan dengan perang Iran dengan Israel yang lalu. "Karier Topan Ginting ibarat pesawat yang lepas landas dengan gagah, namun tiba-tiba dihantam badai korupsi dan jatuh bebas di tengah sorotan publik."
Karier Cemerlang, Jatuh dalam Sekejap
Nama: Dr. Topan Obaja Putra Ginting, S.STP., M.SP
Lahir: 7 April 1983
Pendidikan: STPDN 2007
Jabatan terakhir: Kepala Dinas PUPR Sumut (Februari 2025 - Juni 2025)
Topan Ginting bukan nama asing di lingkungan birokrasi Sumatera Utara. Kariernya menanjak bak pendaki yang tak pernah lelah menaklukkan puncak. Dari camat, Kasubbag Protokol, Kepala Bidang di Dinas Kominfo, hingga dipercaya menjadi Plt Sekda Kota Medan. Di era Bobby Nasution sebagai Wali Kota Medan, Topan menjadi salah satu pejabat kepercayaan, bahkan akhirnya diboyong ke Pemprov Sumut dan dilantik sebagai Kadis PUPR pada Februari 2025.
Namun, seperti pohon tinggi yang akarnya rapuh, Topan Ginting akhirnya tumbang juga. Baru empat bulan menjabat Kadis PUPR, ia terjaring OTT KPK pada 27 Juni 2025. Bersama lima orang lainnya, Topan diduga terlibat dalam pusaran suap proyek jalan yang nilainya mencapai Rp231,8 miliar.
Skema Korupsi: Proyek Jalan Jadi Ladang Emas
KPK mengungkap dua klaster korupsi dalam OTT ini. Klaster pertama terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut, sementara klaster kedua menyangkut proyek jalan nasional di Satker PJN Wilayah I Sumut. Modusnya, seperti permainan catur di balik layar: penunjukan rekanan tanpa lelang, rekayasa dokumen, hingga aliran dana ke sejumlah pihak.
Dalam kasus ini, Topan memerintahkan bawahannya untuk menunjuk PT DNG sebagai pelaksana proyek tanpa proses pengadaan yang semestinya. Uang suap mengalir, bahkan diduga Topan akan menerima sekitar 4-5% dari nilai proyek, atau sekitar Rp8 miliar. Uang tunai Rp231 juta ditemukan saat OTT, sementara aliran dana lain masih ditelusuri.
Jejak Kekayaan dan Gaya Hidup
Berdasarkan LHKPN terakhir, Topan Ginting tercatat memiliki harta hampir Rp5 miliar. Asetnya meliputi tanah, bangunan, dua mobil klasik, serta kas dan setara kas lebih dari Rp2 miliar. Tak ada utang, menandakan gaya hidup yang mapan. Namun, kekayaan itu kini menjadi sorotan: benarkah semua diperoleh dari keringat halal, atau ada 'jalan pintas' yang ditempuh? "Seperti rumah indah yang pondasinya rapuh, kekayaan tanpa integritas hanya menunggu waktu untuk runtuh."
Lingkaran Dekat Bobby Nasution
Tak bisa dipungkiri, Topan adalah 'orang kepercayaan' Bobby Nasution, Gubernur Sumut sekaligus menantu Presiden Jokowi. Ia dibesarkan di lingkungan Pemkot Medan dan pernah menjadi Kadis PU di era Bobby. Penunjukan Topan sebagai Kadis PUPR Sumut pun disebut-sebut atas rekomendasi langsung Bobby Nasution.
Namun, kepercayaan yang diberikan justru berbuah petaka. OTT KPK ini menjadi tamparan keras bagi kepemimpinan Bobby dan mempermalukan birokrasi Sumut di mata publik nasional.
Budaya Korupsi: Penyakit Lama yang Sulit Sembuh
Pengamat konstruksi menilai, kasus Topan Ginting adalah cerminan penyakit lama di tubuh birokrasi Indonesia: korupsi proyek infrastruktur. Proyek jalan yang seharusnya menjadi urat nadi ekonomi rakyat, justru kerap dijadikan 'lahan basah' oleh oknum pejabat dan kontraktor nakal. "Korupsi di proyek jalan ibarat rayap yang diam-diam menggerogoti tiang penyangga rumah. Rumah itu mungkin masih berdiri, tapi sewaktu-waktu bisa ambruk."
Masyarakat Sumut pun geram. Mereka berharap OTT ini menjadi momentum membersihkan birokrasi dari oknum yang hanya mementingkan diri sendiri. Rasa malu, kata pengamat, harusnya menjadi rem moral bagi setiap pejabat publik yang naik mobil mewah.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Proyek jalan yang mangkrak akibat kasus korupsi ini jelas berdampak langsung pada masyarakat. Wilayah terpencil di Mandailing Natal dan sekitarnya terancam terisolasi, aktivitas ekonomi terganggu, dan kepercayaan publik pada pemerintah makin tergerus.
Di tengah kabar baik pencairan BSU tahap 2 yang memberi harapan bagi pekerja, dan damainya konflik Iran-Israel yang menghangatkan dunia, kasus Topan Ginting ini bak noda hitam di kain putih pembangunan nasional. Harapan rakyat untuk pemerintahan bersih kembali diuji. "Ibarat menanam padi di sawah yang penuh gulma, hasil panen tak akan maksimal jika gulma korupsi tak dicabut sampai ke akar."
Penutup: Pelajaran dari Kasus Topan Ginting
Kisah Topan Ginting adalah peringatan keras bagi seluruh pejabat negeri ini. Karier cemerlang bisa runtuh sekejap jika integritas dikesampingkan. Rakyat butuh pejabat yang amanah, bukan yang lihai bermain di balik meja anggaran.
Semoga kasus ini menjadi momentum pembenahan birokrasi, agar pembangunan di Sumut dan seluruh Indonesia benar-benar berpihak pada rakyat. Karena pada akhirnya, sejarah hanya akan mengenang mereka yang jujur dan berani menolak godaan korupsi.
0 Komentar