Donald Trump Marahi Netanyahu, Perang Israel dan Iran Selesai
Dunia internasional dikejutkan oleh perkembangan terbaru di Timur Tengah, ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka memarahi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di tengah proses penghentian perang antara Israel dan Iran. Gencatan senjata yang diumumkan Trump menjadi sorotan, tidak hanya karena mengakhiri rangkaian serangan mematikan selama hampir dua minggu, tetapi juga karena cara Trump mengelola diplomasi dengan gaya blak-blakan dan penuh tekanan terhadap kedua negara.
Awal Konflik dan Eskalasi Serangan
Konflik antara Israel dan Iran memuncak sejak 13 Juni 2025, ketika Israel meluncurkan serangan udara ke sejumlah fasilitas nuklir Iran. Serangan ini memicu respons keras dari Iran, yang membalas dengan peluncuran rudal dan drone ke wilayah Israel. Selama hampir dua minggu, kedua negara terlibat dalam aksi saling serang yang menewaskan ratusan orang di Iran dan puluhan di Israel, serta menimbulkan kekhawatiran akan meluasnya perang di kawasan Timur Tengah.
Peran Amerika Serikat dan Trump dalam Gencatan Senjata
Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Trump, memainkan peran sentral dalam upaya menghentikan konflik. Setelah AS sendiri melancarkan serangan udara ke fasilitas nuklir Iran, Trump secara aktif menekan kedua pihak untuk menerima gencatan senjata. Pada Selasa pagi, Iran dan Israel akhirnya mengumumkan persetujuan mereka terhadap gencatan senjata yang dimediasi oleh AS.
Namun, hanya beberapa jam setelah pengumuman tersebut, laporan mengenai serangan baru kembali muncul. Israel menuduh Iran melanggar gencatan senjata dengan menembakkan rudal ke wilayah utara Israel, sementara Iran membantah tuduhan tersebut. Di sisi lain, Iran juga menuding Israel melakukan serangan udara ke wilayah Gilan, Iran utara, yang menewaskan sembilan orang.
Trump Marahi Netanyahu dan Iran: "Mereka Tak Tahu Apa yang Mereka Lakukan"
Di tengah ketegangan tersebut, Trump secara terbuka menyampaikan kemarahannya terhadap kedua negara, terutama Israel. Dalam pernyataan kepada media sebelum berangkat ke KTT NATO di Belanda, Trump mengatakan, "Kita punya dua negara yang sudah berperang begitu lama sehingga mereka bahkan tidak tahu apa yang mereka lakukan." Ia menegaskan bahwa baik Israel maupun Iran telah melanggar kesepakatan gencatan senjata yang baru saja diumumkan.
Trump secara khusus menyoroti tindakan Israel yang langsung melakukan serangan besar-besaran ke Iran hanya satu jam setelah kesepakatan gencatan senjata diumumkan. Ia menyatakan ketidakpuasannya, "Saya tidak senang dengan Israel. Ketika saya bilang mereka punya 12 jam, mereka malah langsung menyerang di jam pertama dan menjatuhkan bom sebanyak-banyaknya." Trump juga menegaskan bahwa ia tidak senang dengan Iran, namun lebih kecewa dengan Israel karena melanggar kesepakatan yang baru saja dibuat.
Melalui media sosial, Trump bahkan menulis peringatan keras, "ISRAEL, JANGAN JATUHKAN BOM ITU. JIKA KALIAN LAKUKAN, ITU PELANGGARAN BESAR. BAWA PULANG PILOT KALIAN, SEKARANG!" Ia menegaskan bahwa seluruh pesawat tempur Israel harus kembali ke pangkalan tanpa melakukan serangan lanjutan.
Netanyahu Akhirnya Mengalah, Gencatan Senjata Ditegakkan
Setelah percakapan telepon yang "sangat tegas" antara Trump dan Netanyahu, kantor Perdana Menteri Israel mengonfirmasi bahwa Israel akan menahan diri dari serangan tambahan ke Iran. Netanyahu memahami tekanan dan kekhawatiran Trump terkait stabilitas kawasan serta risiko keterlibatan militer Amerika yang lebih dalam jika konflik berlanjut.
Dalam pernyataan resminya, kantor Netanyahu menyebut bahwa Israel telah mencapai semua tujuan militernya dan akan mematuhi gencatan senjata, namun tetap siap merespons jika terjadi pelanggaran dari pihak Iran.
Respons Iran dan Situasi di Lapangan
Di pihak lain, Iran melalui media resminya juga menyatakan menerima gencatan senjata, meski menolak tuduhan Israel terkait peluncuran rudal setelah kesepakatan. Iran menegaskan bahwa mereka hanya akan menyerang jika Israel melanggar gencatan senjata terlebih dahulu.,
Meski demikian, situasi di lapangan masih sangat rapuh. Laporan mengenai ledakan dan sirene peringatan di Israel utara serta aktivitas militer di sekitar Teheran menunjukkan bahwa ketegangan belum benar-benar reda. Para analis menilai, gencatan senjata kali ini sangat rentan gagal jika tidak ada pengawasan dan komitmen kuat dari kedua belah pihak.
Trump Ingin Citra Sebagai Pendamai
Sikap tegas Trump terhadap Netanyahu dan Iran menandai pergeseran besar dalam kebijakan luar negeri AS. Ia tidak ragu menekan sekutu dekatnya, Israel, demi menjaga stabilitas global dan menghindari keterlibatan militer AS yang lebih luas. Banyak pengamat menilai, Trump ingin membangun citra sebagai pemimpin yang mampu menghentikan perang besar di Timur Tengah, sekaligus memperkuat posisinya menjelang pemilihan umum mendatang.
Dukungan dari kalangan konservatif AS pun bermunculan. Steve Bannon, mantan penasihat Trump, secara terbuka memuji keberanian Trump menegur Netanyahu. Sementara itu, kelompok pro-perdamaian di Eropa dan Timur Tengah menyambut baik langkah Trump yang berhasil menahan eskalasi konflik.
Penutup: Gencatan Senjata Masih Rawan Gagal
Meski perang terbuka antara Israel dan Iran dinyatakan selesai dengan adanya gencatan senjata, banyak pihak masih meragukan stabilitas kesepakatan ini. Trump sendiri mengakui bahwa kedua negara "sudah terlalu lama berperang hingga tidak tahu apa yang mereka lakukan." Dengan tekanan kuat dari Amerika Serikat, khususnya dari Trump yang marah besar kepada Netanyahu, setidaknya untuk saat ini, perang besar di Timur Tengah berhasil dihindari.
Namun, sejarah panjang permusuhan dan saling curiga antara Israel dan Iran membuat masa depan perdamaian masih penuh tanda tanya. Dunia kini menunggu, apakah gencatan senjata ini benar-benar bertahan, atau hanya menjadi jeda singkat sebelum babak baru konflik kembali meletus.
0 Komentar