Rebutan Pulau Aceh Lawan Rezim Jokowi. Siapa Menang?

Rebutan Pulau Aceh Lawan Rezim Jokowi. Siapa Menang?
sengketa pulau aceh

Rebutan Pulau Aceh Lawan Rezim Jokowi. Siapa Menang?

Isu panas soal sengketa empat pulau antara Aceh dan pemerintah pusat kembali mencuat, bahkan makin ramai setelah keputusan terbaru dari rezim Jokowi. Empat pulau yang selama ini dianggap bagian dari Aceh, yakni Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipah, dan Panjang, kini resmi masuk ke wilayah Sumatera Utara lewat keputusan Mendagri. Tak pelak, masyarakat Aceh pun merasa terusik dan menilai keputusan ini mencederai semangat perdamaian serta keistimewaan Aceh. Perebutan pulau ini bukan sekadar soal batas wilayah, tapi juga menyangkut harga diri, sejarah, dan masa depan Aceh sebagai daerah yang punya otonomi khusus.

Kronologi Memanasnya Sengketa 4 Pulau

Sengketa empat pulau ini sebenarnya sudah berlangsung lama, bahkan sejak 2008. Namun, tensi makin tinggi usai terbitnya Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Keputusan ini menetapkan keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administratif Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Padahal, masyarakat Aceh dan sejumlah tokoh nasional, termasuk Jusuf Kalla, menegaskan bahwa pulau-pulau itu secara historis dan formal masuk wilayah Aceh Singkil.

Pemerintah pusat berdalih, keputusan ini diambil berdasarkan kajian geografis, administrasi, dan hukum yang melibatkan banyak instansi. Namun, masyarakat Aceh menilai keputusan ini sepihak dan mengabaikan sejarah serta kesepakatan lama, termasuk hasil perundingan Helsinki yang menjadi tonggak perdamaian Aceh.

Tak hanya masyarakat, sejumlah tokoh dan lembaga seperti PP Muhammadiyah dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh juga angkat bicara, meminta pemerintah pusat lebih bijak dan menghindari potensi disintegrasi bangsa. Mereka menilai, jika konflik ini tak segera diselesaikan, bukan tak mungkin akan memunculkan gejolak baru di Aceh.

Apa Kepentingan di Balik Rebutan Pulau?

Banyak spekulasi beredar di balik panasnya perebutan empat pulau ini. Ada yang menyebut potensi sumber daya alam, seperti gas dan perikanan, jadi salah satu alasan utama. Namun, pihak istana menepis isu bahwa keputusan Mendagri adalah “hadiah” untuk Jokowi atau ada kepentingan politik tertentu. Mereka menegaskan, semuanya murni proses administrasi dan hukum yang sudah berjalan lama.

Meski begitu, masyarakat Aceh tetap merasa hak mereka diabaikan. Apalagi, status Aceh sebagai daerah otonomi khusus seharusnya memberi ruang lebih besar dalam menentukan batas wilayahnya sendiri. Di sisi lain, Gubernur Sumut Bobby Nasution justru menawarkan solusi pengelolaan bersama, tapi Aceh menolak jika status administratif keempat pulau itu tetap milik Sumut.

Jokowi, Prabowo, dan Jalan Tengah Penyelesaian

Setelah polemik makin memanas dan menuai protes dari berbagai pihak, pemerintah pusat akhirnya mengambil sikap. Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung dan berjanji akan menyelesaikan sengketa ini secepatnya. Prabowo menegaskan, keputusan yang diambil nantinya akan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, proses historis, hingga kajian administratif yang sudah berjalan.

DPR RI juga ikut aktif, mendorong rapat bersama dua gubernur dan kepala daerah terkait, agar keputusan yang diambil benar-benar adil dan tidak menimbulkan konflik berkepanjangan. Banyak pihak berharap, keputusan final nanti benar-benar mengutamakan keutuhan NKRI, tanpa mengorbankan hak dan sejarah Aceh. Sengketa ini menjadi ujian besar: apakah pemerintah pusat mampu menjaga persatuan tanpa mengabaikan keistimewaan dan sejarah Aceh?

Siapa yang Akan Menang?

Sampai hari ini, belum ada keputusan final soal status empat pulau tersebut. Namun, satu hal yang pasti: siapa pun yang “menang”, baik Aceh maupun pemerintah pusat, harus memastikan tidak ada pihak yang benar-benar kalah. Penyelesaian damai, adil, dan mengedepankan dialog adalah kunci agar polemik ini tidak menjadi bara dalam sekam yang bisa membakar persatuan bangsa.

Jika pemerintah pusat mampu mengakomodasi aspirasi masyarakat Aceh dan mengedepankan dialog, ada harapan besar bahwa konflik ini bisa berakhir tanpa luka baru. Namun, jika keputusan tetap sepihak dan mengabaikan sejarah serta keistimewaan Aceh, bukan tak mungkin gejolak baru akan muncul di masa depan.

Pada akhirnya, publik menanti: apakah pemerintah pusat akan memilih jalur kompromi, atau tetap pada keputusan administratif yang menuai protes? Semua mata kini tertuju pada langkah Prabowo dengan Hyundai Palisade barunya dan pemerintah pusat dalam menyelesaikan ujian berat ini.

Posting Komentar

0 Komentar